Berita Analisa Terkini - Mirisnya kematian dr Letty, seorang dokter di sebuah klinik di Jaktim, yang ditembak oleh suaminya sendiri, dr Ryan Helmi. Tidak tanggung-tanggung, enam peluru sekaligus yang ditembakkan tersangka ke istrinya.
Menurut kesaksian, penembakan tersebut diawali dengan sebuah perselisihan yang dikarenakan istri menggugat cerai suaminya.
"Dugaan sementara, sang suami tidak mau cerai, lantaran istrinya menggugat (cerai)," tutur Andry Wibowo di lokasi kejadian, Jln Dewi Sartika, Kramat Jati, Jaktim, seperti dilansir dari tribunnews.
Kasus tersebut menambah deretan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) di Indonesia, bahkan di dunia. KDRT sendiri memang bisa terjadi dalam setiap rumah tangga. Bukan cuma kekerasan fisik, kekerasan verbal pun bisa termasuk KDRT.
1. Kebanyakan korban KDRT yaitu perempuan
Wanita yang berumur 18-24 tahun yang paling sering diperlakukan kasar oleh suaminya. Namun, bukan berarti pria tidak bisa menjadi korban KDRT. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), satu dari tiga wanita dapat menjadi korban kekerasan fisik oleh pasangannya seumur hidup.
"KDRT tidak mendiskriminasikan berdasarkan umur, jenis kelamin, atau status sosial," tutur Bryan Pacheco dari Organisasi Safe Horizon.
2. Pergi tidak selalu menyelesaikan masalah
Banyak sekali seseorang yang mendapat kekerasan dalam rumah tangganya memutuskan untuk bercerai lantaran alasan sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan pasangannya.
"Seorang pelaku bisa bertindak dengan cara yang sangat keras untuk mengendalikan pasangannya dan mencegah mereka pergi," tutur Pacheco.
Dan bahkan jika korban berhasil meninggalkan hubungan mereka, bukan berarti pelaku bisa berdiam diri. Ada yang selalu menguntit korban ke manapun dia pergi.
Sedangkan menurut psikolog Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd yang juga pengasuh konsultasi Psikologi Seks dan Perkawinan, lebih bagus korban KDRT pergi ke tempat perlindungan kekerasan supaya ditangani lebih serius.
3. Berada dalam hubungan kekerasan berakibat bagi kesehatan
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kekerasan yang dilakukan pasangan baik fisik ataupun verbal akan berdampak kepada kesehatan fisik, mental, dan seksual seseorang.
Hal lainnya bisa menyebabkan kegelisahan, susah tidur, trauma, depresi. Ini bisa menjerumuskan korban pada penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang. Apabila anak ikut terlibat, ini tentunya sangat membahayakan kesehatan psikologis anak. (Berita Analisa Terkini)