Berita Analisa Terkini - Agus Raharjo, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK)
mengharapkan tidak terjadinya guncangan politik akibat adanya perkara dalam
kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP). Sebab didalam perkara kasus dugaan
korupsi yang diperkirakan telah merugikan negara sebesar Rp.2 triliun itu
diduga kuat banyak melibatkan nama nama besar.
"Mudah mudahan tidak terjadinya goncangan politik yang
besar ya. karena nama nama yang akan disebutkan memang banyak sekali",
ujar Agus di Komplek Istana Presiden, Jakarta, Jumat ( 3/3/17).
Nama nama besar yang akan terserat di dalam kasus korupsi
ini, menurut Agus dapat dilihat dan didengar oleh publik langsung di dalam
persidangan perkara yang akan berlangsung.
Sidang perkara dugaan korupsi tersebut akan digelar di
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam waktu dekat ini. Saat ini
pengadilan sedang menentukan komposisi Majelis Hakim yang menyidangkan perkasa
kasus dugaan korupsi tersebut.
"Tunggu aja anda. kalau anda mendengarkan dakwaan yang
akan dibacakan. anda akan sangat terkejut sekali. karena akan banyak orang yang
namanya akan disebutkan disana. saya pastikan anda akan terkejut", ujar
Agus.
Bagi KPK, penyebutan nama nama besar besar yang terlibat
didalam perkara tersebut berarti juga akan membuka kembali penyelidikan baru.
"Nanti nya akan secara priodik. akan kami laksanakan
secara berjenjang. ini dulu. habis siapa , semua ada prosesnya", ujar
Agus.
Perkara dugaan korupsi dalam pengadaan E-KTP yang akan masuk
ke persidangan ini terdiri dari dua tersangka yaitu manatan Direktur Pengelola
Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan Mantan Direktur
Jendderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kemneterian Dalam Negeri, Irman.
Keduanya akan dijerat dengan pasal 2 atau 3 Undang Undang no
20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 KUHP.
menurut KPK proyek pengadaan E-KTP ini menghabiskan sekitar Rp.6 triliun.
Namun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan telah
menemukan adanya kerugian negara mencapai Rp. 2 triliun.(Berita Analisa Terkini)